Dia Amelia
Aku masih setia menatap layar laptop. sudah lebih
dari dua jam aku tak kunjung bosan
membaca tulisan tulisannya, bahkan aku tak mengerti mengapa aku bisa
menciptakan senyum saat melihat berbagai foto yang ia posting bersama cerita
cerita di blog nya. bagiku, dia memiliki aura yang berbeda dari wanita lainnya.
“kenapa kamu
suka dia?”
“kapan kamu
berani jujur sama dia?”
“kamu sudah
kenalin dia sama mama mu?”
Pertanyaan yang selalu mengejarku selama tiga tahun
ini. Pertanyaan yang selalu menghancurkan konsentrasiku saat bekerja. Namun,
aku sadar! Aku belum sepenuhnya berani berterus terang.
Namaku Arya. Aku bukan orang yang pandai bercerita,
aku bukan tipikal laki laki yang mudah jatuh cinta, dan aku bukan laki laki
yang pandai merangkai kata. Namun 3 tahun semenjak aku mengenalnya, aku tau,
aku harus menjadi seorang laki laki yang berani. Berani jujur, berani menerima
konsekuensi bahkan berani patah hati.
Aku masih ingat 3 tahun masa silam, saat bagaimana
aku melihat senyuman manis dari seorang wanita yang tengah asik mengajarkan
anak kecil itu mengaji. saat wanita itu selalu bahagia mendapati potret
senjanya. Bahkan aku selalu ingat cara dia menghabiskan makanan di piringnya,
ia selalu bahagia jika aku mengambil separuh dari bagiannya. 3 tahun, bukan waktu
yang singkat dalam perkenalan kami. Perkenalan yang mengawali sebuah cerita,
dengan sebuah rasa yang tak pernah bisa terucap.
“Kita satu
kelompok yah? Nanti kabarin aku kalo mau ngerjain bareng, atau kita bisa ketemu
di perpustakaan” dengan penuh keberanian, aku memulai percakapan saat ia
tengah asik membaca bukunya.
Alisnya berkerut, diam tak menjawab. Sejenak
membuatku merasa sedikit bersalah karena telah mengganggunya, namun rupanya ia
tersenyum.
“Namamu siapa?”
ia melipat halaman buku yang di baca, lalu menutupnya.
“Aku arya”
hanya ucapan singkat yang terucap penuh percaya diri.
“Aku Amelia”
Itu awal mula aku bisa mengenalnya, awal dimana aku
tak pernah bisa melupakan senyumannya. Kalian tau? Aku tak pernah memanggilnya
dengan “AMELIA” karena Amelia adalah milik semua orang, Amelia adalah wanita
yang selalu bisa berteman dengan siapapun, Amelia adalah wanita yang penuh
dengan rasa cinta. Tidak ! aku tidak pernah memanggilnya dengan panggilan
AMELIA, Aku memanggilnya dengan panggilan “AYA”. Mungkin terlihat lucu bagi
kalian, tapi buat aku aya itu berati bahwa ia sudah ada bersama namaku, Aya
adalah satu satunya orang yang tau segalanya tentang pribadiku. Aya adalah
alasan untuk aku berani jatuh cinta.
Memasuki tahun ke 4
“Gimana? masih
belum berani juga?” sepupuku Azril lagi lagi menggodaku.
“Aku memilih
mundur” jawabku dengan nada rendah.
“Alasannya?”
tiba tiba wajah Azril beda, ia mendekatiku
Aku terdiam lama, menatap potret senja yang berhasil
aku abadikan bersama Aya 3 tahun lalu.
“Aku sudah
jujur, tapi cukup jujur. Bukan untuk memintanya menjadi bagian dari masa
depanku. Bukan salah dia karena tak memlihku, tapi salahku yang tak pernah
berani maju dari dulu”
“Setidaknya, kau
sudah berani. Walaupun kau kalah satu langkah dari laki laki lain di luar sana”
Azril menepuk pundakku. Berlalu begitu saja.
Saat itu, aku tau bahwa serapi apapun menyembunyikan
perasaan, akan tiba saatnya untuk dibuka. Akan tiba saatnya dimana aku harus
mengumpulkan keberanian mengatakannya. sepahit apapun atau semanis apapun
jawabannya, tetap saja aku harus memiliki hati dengan penerimaan yang baik.
Tahun ke 4, tahun dimana aku harus menyelesaikan
semuanya. Semua perasaan yang selalu melukis nama itu. Semua impian yang sudah aku
siapkan untuk bisa melangkah bersamanya. Bahkan sebuah doa yang terpatri agar
setiap hari aku mampu melihat senyumannya.
“Arya, dua
minggu lagi aku akan menikah”
Itulah jawaban yang aku dengar saat aku memutuskan
untuk berani berterus terang. Saat aku akan mengajaknya menemui mamaku dan saat
keberanian itu mulai terkumpul atas perasaan 3 tahun masa silam. Saat itu juga,
aku tau aku kalah.
Sekarang, aku harus menerima bahwa dia bukan lagi
seorang Aya untukku, dia sudah menjadi AMELIA.
-Menulis dari sudut pandang pria "ARYA"
Ini fiktif 'kan? Jadi ingat kasus seorang teman :D Great, Lia. Keep writing and blogging ^_^
ReplyDeleteKisah siapa sheil? Ini fiktif walau ada sedikit sudut cerita yang nyata. Maybe..nama pemeran. Haha
DeleteKeep writing, *ketika lia lelah menulis skripsi, maka beralih menulis puisi haha
Based on true story... =D
ReplyDeleteHaha hanya sedikit, selebihnya fiktif 😜
ReplyDelete