Dekati Ayahmu

Di mata mu masih tersimpan selaksa peristiwa
Benturan dan hempasan terpahat dikeningmu
Kau Nampak tua dan lelah keringat mengucur deras
Namun kau tetap tabah
Meski nafasmu kadang tersengal
Memikul beban yang makin sarat
Kau tetap bertahan

Sebait lirik lagu ebiet berjudul “titip rindu untuk ayah” menyihirku untuk menulis tentang sesosok ayah. Kalo perlu kalian puter aja lagu itu sambil baca tulisan dibawah  hehe

Aku yakin, setiap dari kita mempunyai pandangan berbeda tentang seorang ayah. Sudah sering aku mendengar dari teman-teman ah, ayahku cuek” “kalo aku sich lebih enak sama ayah, simple ga bawel” “aku ga bisa terbuka kalo sama ayah” “aku sama aja kok, ayah ibu sama sama enak
Guys, kita harus ingat. Apapun penilaiannya dan bagaimana pun sikapnya, beliaulah yang sudah bekerja keras membesarkan kita, menyekolahkan kita, mendidik kita supaya menjadi anak sholeh dan sholehah. aku masih ingat, dulu semasa aku masih menjadi putri kecilnya yang lugu, ada pertanyaan yang terlontar begitu saja
kalo ada hari ibu, kenapa ga ada hari ayah?
dengan senyumnya yang begitu tulus, ia menjawab 
hari ayah yang paling bahagia itu ketika buah hatinya lahir dengan tangisan yang sangat lucu

waktu itu aku belum bisa mencerna sebuah bias kata dengan baik, tapi kalimat itu masih terekam jelas dan aku baru bisa memaknainya setelah berusia remaja. Aku tidak ingat lagi komentar apa yang aku berikan saat itu. Mari sejenak kita renungi, siapa yang ketika pagi buta sudah berangkat mencari nafkah demi membahagiakan buah hati dan istri tercintanya? Sedang kita hanya menyalami dan menunggunya datang.

Upz!  tiba-tiba aku teringat cerita kemarin, ada salah satu teman yang mencurahkan keluhannya tentang seorang ayah. Dia tidak cukup dekat dengan ayahnya, bukan karna sang ayah yang begitu galak, bukan juga karena ayah yang terlalu sibuk bekerja di luar kota. Lantas? Apa masalahnya?
Aku tidak banyak komentar saat itu, ku biarkan saja ia mengulas cerita tentang isi hatinya.
“aku bingung li, kenapa sich aku ga bisa deket sama ayah? Padahal adik aku semuanya akrab ma ayah. Kalo ada apa-apa aku Cuma bisa cerita sama mama. Aku pengen gitu sekali kali bisa ngobrol ma ayah, masak ngobrolnya Cuma seputar hal penting saja”

Oke ! I get the point. Intinya dia pengen bisa lebih nyaman berkomunikasi dengan ayah nya. So what the reason sampe dia ga bisa deket, padahal semua adiknya bisa.
“ayahku cuek” lanjutnya
Aku sedikit tersenyum dan menjawab “sebenernya, kamu juga sedikit cuek loh orangnya, tapi buktinya kita bisa deket kok
ah masa aku cuek” jawabnya
Terkadang tanpa kita sadari, seseorang tidak merasa seperti penilaian kita. Sama seperti kita menilai ayah kita masing masing. Ada yang beranggapan ayah nya perhatian, ayahnya cuek, ayahnya sibuk sendiri. Itu hanya sebatas penialain kawan….tapi apakah kita tau dibalik cuek nya seorang ayah terdapat rasa tanggung jawab yang besar? Bukankah ia masih bertanggung jawab atas biaya hidup kita? Bukankah ia masih memantau kita dan mendoakan kita?

Lalu bagaimana seharusnya kita bersikap?
Kita tau bahwasanya dalam sebuah magnet terdapat dua kutub,  ada energy positive dan negative, ada plus ada minus. Ia akan tarik menarik jika di dekatkan. Namun jika kita mendekatkan negative dengan negative  maka itu tidak akan berhasil.

Jika di analogikan seorang ayah yang dirasa cuek, lalu apa kita harus bersikap cuek juga? Semua tidak akan selesai kawan….mulailah dengan hal hal sederhana untuk pendekatan itu. Minimal berilah rasa perhatian kita “ayah, makanan nya sudah siap” atau “sini yah, aku bantu pekerjaannya” berkomunikasilah seolah kamu memberi perhatian, tapi kalo misalnya masih belum berani juga ada cara lain kok. Kirimkan saja sms ketika kamu berada jauh dari rumah “ayah, besok aku ada ujian semester akhir, mohon doanya semoga dimudahkan  nah, kan enak tuh gausah tatap muka langsung, tapi komunikasi nya nyampe. Yah itung itung sekaligus ngingetin secara ga langsung kalo bentar lagi pembayaran spp. Hehehe

Guys…kalo diantara kalian masih ada yang belum bisa terbiasa dekat dengan ayah, saran saya “dekati ia” “perhatikan ia” mulailah dengan kebiasaan, karna kita itu bisa ala biasa. Coba kalian lihat teman-teman sekitar yang begitu mudahnya bermanja ria dengan seorang ayah. Jawabannya apa? yah karna terbiasa. Lalu lihat seorang anak yang begitu menutup diri dari ayahnya. Mengapa? jawabannya juga karna tidak dibiasakan berbicara dari hati. Hey! Deket sama ayah juga penting loh…nanti gimana kalian mau ngenalin calon pasangan kalian kalo sekarang aja masih malu malu buat ngajak ngobrol? *upz kok jadi nyasar kesitu sich. Hehehe


Jadi sekali lagi, terbiasalah untuk mengajak berkomunikasi. Yah bisa saja seputar hal hal yang ayah kalian senang. Biar komunikasinya nyambung. Nah ! kalau kalian sudah melihat feedback dari sang ayah alias ayah kalian juga sudah mulai nyaman bercerita dengan kalian, maka jangan berhenti sampai disitu. Tetap dalam tahap pendekatan dan memberinya perhatian, maka sang ayah akan merasakan bahwa ia bersyukur memiliki kalian, ceritakan prestasi kalian, ceritakan kegagalan kalian maka disitulah sesesok ayah merasa bangga atas buah hatinya. Dan senyumannya akan merubah persepsi kalian bahwa seorang ayah bukanlah lelaki yang cuek.

Comments

Popular posts from this blog

Teori Uses And Gratification

Cara Menjaga Konsentrasi Dalam Menghafal Al-Qur’an

MADURA, I AM IN LOVE: MADURA DI MASA DEPAN